Sebagaimana
kita ketahui, rukun adalah bagian pokok dari suatu perbuatan yang
membuat perbuatan tersebut dinyatakan sah. Contohnya, shalat tidak akan
sah tanpa takbiratul ihram, karena takbiratul ihram merupakan bagian
pokok dari shalat tersebut.
Sementara
dalam bab nikah, rukun nikah berarti bagian dari nikah itu sendiri yang
mana ketiadaan salah satu diantaranya akan menjadikan nikah tersebut
menjadi tidak sah.
Dikutip dari Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 41, rukun nikah tersebut ialah:
فَصْلٌ: فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا. " أَرْكَانُهُ " خَمْسَةٌ " زَوْجٌ وَزَوْجَةٌ وَوَلِيٌّ وَشَاهِدَانِ وَصِيغَةٌ
“Pasal
tentang rukun-rukun nikah dan lainnya. Rukun-rukun nikah ada lima,
yakni mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shighat.
Dari pemaparan di atas bisa kita pahami bahwa rukun nikah ada lima, yakni:
1. Mempelai pria
Mempelai
pria yang dimaksud di sini adalah calon suami yang memenuhi persyaratan
sebagaimana disebutkan pula oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 42:
و شرط في الزوج حل واختيار وتعيين وعلم بحل المرأة له "
“Syarat calon suami ialah halal menikahi calon istri (yakni Islam dan bukan mahram), tidak terpaksa, ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri baginya.”
2. Mempelai wanita
Mempelai
wanita yang dimaksud ialah calon istri yang halal dinikahi oleh
mempelai pria. Seorang laki-laki dilarang memperistri perempuan yang
masuk kategori haram dinikahi. Keharaman itu bisa jadi karena pertalian
darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.
3. Wali
Wali di sini ialah orang tua mempelai wanita baik ayah, kakek maupun pamannya dari pihak ayah (‘amm),
dan pihak-pihak lainnya. Secara berurutan, yang berhak menjadi wali
adalah ayah, lalu kakek dari pihak ayah, saudara lelaki kandung (kakak
ataupun adik), saudara lelaki seayah, paman (saudara lelaki ayah), anak
lelaki paman dari jalur ayah.
4. Dua saksi
Dua saksi ini harus memenuhi syarat adil dan terpercaya. Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya:
Al-Hidayah, 2000), hal. 31 mengatakan, wali dan dua saksi membutuhkan
enam persyaratan, yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan
adil.”
5. Shighat
Shighat di sini meliputi ijab dan qabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai pria.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.
(Muhammad Ibnu Sahroji)
Ilustrasi (Pinterest)
Sebagaimana
kita ketahui, rukun adalah bagian pokok dari suatu perbuatan yang
membuat perbuatan tersebut dinyatakan sah. Contohnya, shalat tidak akan
sah tanpa takbiratul ihram, karena takbiratul ihram merupakan bagian
pokok dari shalat tersebut.
Sementara
dalam bab nikah, rukun nikah berarti bagian dari nikah itu sendiri yang
mana ketiadaan salah satu diantaranya akan menjadikan nikah tersebut
menjadi tidak sah.
Dikutip dari Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 41, rukun nikah tersebut ialah:
فَصْلٌ: فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا. " أَرْكَانُهُ " خَمْسَةٌ " زَوْجٌ وَزَوْجَةٌ وَوَلِيٌّ وَشَاهِدَانِ وَصِيغَةٌ
“Pasal
tentang rukun-rukun nikah dan lainnya. Rukun-rukun nikah ada lima,
yakni mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shighat.
Dari pemaparan di atas bisa kita pahami bahwa rukun nikah ada lima, yakni:
1. Mempelai pria
Mempelai
pria yang dimaksud di sini adalah calon suami yang memenuhi persyaratan
sebagaimana disebutkan pula oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 42:
و شرط في الزوج حل واختيار وتعيين وعلم بحل المرأة له "
“Syarat calon suami ialah halal menikahi calon istri (yakni Islam dan bukan mahram), tidak terpaksa, ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri baginya.”
2. Mempelai wanita
Mempelai
wanita yang dimaksud ialah calon istri yang halal dinikahi oleh
mempelai pria. Seorang laki-laki dilarang memperistri perempuan yang
masuk kategori haram dinikahi. Keharaman itu bisa jadi karena pertalian
darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.
3. Wali
Wali di sini ialah orang tua mempelai wanita baik ayah, kakek maupun pamannya dari pihak ayah (‘amm),
dan pihak-pihak lainnya. Secara berurutan, yang berhak menjadi wali
adalah ayah, lalu kakek dari pihak ayah, saudara lelaki kandung (kakak
ataupun adik), saudara lelaki seayah, paman (saudara lelaki ayah), anak
lelaki paman dari jalur ayah.
4. Dua saksi
Dua saksi ini harus memenuhi syarat adil dan terpercaya. Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya:
Al-Hidayah, 2000), hal. 31 mengatakan, wali dan dua saksi membutuhkan
enam persyaratan, yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan
adil.”
5. Shighat
Shighat di sini meliputi ijab dan qabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai pria.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.
0 komentar:
Posting Komentar